Linktodays.com – Menjaga setiap jengkal wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan dari ancaman peredaran narkoba adalah persoalan yang pelik. Bagaimana tidak, sejak tahun 2015, BNN menyebut tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang bebas dari ancaman narkoba. Berdasar data-data yang disodorkan BNN, Jokowi saat itu menyebut Indonesia dalam keadaan darurat narkoba.
Melindungi setiap jengkal wilayah Indonesia agar terlindung dari penyelundupan narkoba seolah menjadi mission impossible. Luasnya pesisir Indonesia menjadi sasaran sindikat dalam mendaratkan narkoba hingga dalam jumlah ton-tonan.
Selain ganja yang notabene hasil alami bumi nusantara, narkoba jenis methamphetamine telah menjadi favorit masyarakat Indonesia.
Bahkan, narkoba jenis ini berkali-kali mendarat di Indonesia dalam setiap pendaratannya berjumlah kisaran satu ton.
Satu ton sabu adalah jumlah yang fantastis mengingat satu ton sabu dapat dikonsumsi sebanyak satu juta orang pengguna aktif dalam satu bulan. Jika pengguna menggunakan seperempat gram tiap minggunya, maka kebutuhan orang tersebut dalam satu bulan adalah satu gram.
Klopenberg (2103) menceritakan dalam paper-nya, pada musim panas 2007, Nyonya Jacobs, 4 seorang wanita Suriname yang tinggal di Belanda, terbang pulang dari Suriname, tempat dia menghadiri pemakaman ibunya. Setelah turun dari pesawat di Bandara Schiphol, Nyonya Jacobs menunjukkan paspornya ke petugas Bea Cukai di gerbang kedatangan. Tanpa bertanya apa pun, petugas tersebut melihat nama di paspornya dan mengatakan bahwa dia telah dipilih untuk pemeriksaan kedua.
Nyonya Jacobs menjelaskan kepada petugas Bea Cukai bahwa dia telah menghadiri pemakaman ibunya dan menunjukkan kartu duka tersebut kepada pejabat, tetapi pejabat itu tidak menanggapi. Nyonya Jacobs menjadi sangat emosional dan mulai menangis ketika dia dibawa ke kamar terpisah. Di dalam kamar, dia digeledah dan diwawancarai lebih luas, tetapi pejabat bea cukai tidak menemukan bukti penyelundupan narkoba dan Nyonya Jacobs dibebaskan dan diizinkan masuk ke area transit.
Baca Juga: Polres Metro Jakarta Barat Musnahkan Narkoba Hasil Ungkap Juli-Agustus 2020
Hanya setelah dia mengajukan pengaduan ke Bea Cukai, Nyonya Jacobs diberi tahu bahwa dia telah dipilih berdasarkan ‘pesanan profil’. Sebuah pesanan profil memilih penumpang sebelumnya berdasarkan analisis otomatis data penumpang.
Baca Juga: Polres Metro Jakarta Barat Ungkap Lima Kasus Besar Narkoba Selama Juli-Agustus 2020
Ketika pengembara mengidentifikasi dirinya di pos pemeriksaan pertama, pejabat yang bertugas segera mengenali nama tersebut dan mengetahui bahwa orang tersebut telah dipilih untuk pemeriksaan kedua.
Baca Juga: 80 Paket Sabu Diamankan, Polda Sultra Tangkap Pengedar Narkoba Modus Tempel
Bea Cukai menjelaskan bahwa dalam kasus Nyonya Jacobs, data penumpangnya mengungkapkan bahwa dia bepergian dengan tiket yang telah dipesan tak lama sebelum perjalanan dan telah dibayar tunai.
Selain itu, dia hanya menghabiskan waktu singkat di Suriname dan jumlah barang bawaan yang dia bawa tidak sesuai dengan lama tinggalnya. Terlebih lagi, hanya beberapa minggu sebelumnya, dia menghabiskan waktu singkat di Suri (kali ini untuk menghadiri pemakaman bibi).
Tampaknya ‘ritme mobilitas’ yang aneh inilah, seperti yang dijelaskan juga oleh Cresswell (2010), yang membuat Nyonya Jacobs dicurigai.
Petugas perbatasan (Bea Cukai, keamanan bandara, atau polisi) melakukan upaya analisis untuk dapat mengidentifikasi penumpang potensial pembawa narkoba. Namun, hasil analisis petugas perbatasan belum tentu tepat, seperti cerita di atas.
Alih-alih berhasil menangkap pelaku penyelundupan narkoba, malah membuat seseorang marah dan sedih karena telah dituduh sebagai penyelundup. Namun, apa yang dilakukan oleh petugas perbatasan di bandara Schipol Belanda tersebut adalah benar. (Red)
Sumber: kumparan.com
Discussion about this post