Linktodays.com – Surabaya. Baru-baru ini video proses Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (FIP Unesa) yang dilakukan secara daring melalui aplikasi zoom tengah viral di media sosial.
Video tersebut berisikan cuplikan ospek mahasiswa baru (maba) yang dibentak-bentak oleh seniornya saat ospek daring. Maba tersebut dibentak dan dimarahi oleh para senior karena tidak menggunakan ikat pinggang seperti yang ditetapkan oleh aturan.
Video ini pun menjadi viral dan menuai beragam komentar dari netizen. Tak sedikit dari netizen yang menyayangkan sikap keras para senior terhadap para maba. Namun, ada pula netizen yang menyebut kebiasaan ospek yang seperti itu sudah biasa dilakukan untuk membentuk mental yang lebih kuat dan disiplin.
Menanggapi hal itu, Psikolog Sekolah Pelita Cemerlang, Verty Sari Pusparini, M.Psi mengatakan, tidak ada pengecualian apapun yang bisa dilontarkan untuk tindakan membentak meskipun usia dewasa yang dinilai punya mental kuat.
Baca Juga: Satresnarkoba Polres Serang Kota Tangkap Buruh di Serang Konsumsi Sabu
“Mahasiswa termasuk usia dewasa awal, yang masih butuh support untuk membentuk karakter pribadinya. Lingkungan akan sangat mempengaruhi pembentukan karakter ini. Apalagi judulnya ospek itu untuk pendisiplinan yang tidak efektif jika untuk membuat mahasiswa patuh karena lebih banyak dampak negatifnya,” ungkap Verty kepada Hi!Pontianak, Rabu (16/09/2020).
Menurut Verty, kekerasan verbal dapat berpengaruh pada masalah interpersonal dan psikososial seseorang. Verty menilai, kekerasan verbal seperti membentak atau penghinaan perlu menjadi perhatian khusus.
“Kekerasan verbal perlu disoroti karena merupakan bentuk kekerasan yang sering diabaikan. Sehingga, tidak mudah dikenali sebagai bagian dari kekerasan,” kata Verty.
“Kekerasan verbal dapat diartikan aktivitas ketika seseorang memberikan penghinaan, pelecehan, label negatif dalam proses berkomunikasi dengan orang lain,” timpal Verty.
Verty juga menambahkan, ospek yang menerapkan kekerasan verbal tidak bisa membantu membentuk disiplin maba. Justru bisa menimbulkan perpecahan dan menjadi siklus karena ada rasa dendam.
“Di awal, individu dapat saja menahan dan mengikuti aturan yang diberikan dengan kekerasan karena belum bisa melawan atau mendapat tempat cerita untuk mengatasi perasaan tersakiti. Namun, individu yang tidak mampu menangani perasaan tersakiti tersebut, malah dapat membuat individu semakin menolak mengikuti aturan yan diberikan dan memunculkan sikap ingin membalas. Kemudian sikap ini yang diterapkan kepada orang lain, atau adik tingkat berikutnya,” tuturnya.
Verty mengatakan, ospek atau program orientasi seharusnya membantu maba mengenali kehidupan kampus. “Para senior seharusnya bisa mengajarkan hal-hal yang akan dibutuhkan kelak, seperti misalnya bagaimana berpikir kritis atau mencari informasi di perpustakaan,” pungkasnya. (Red)
Sumber: kumparan.com
Discussion about this post