Linktodays.com – Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) membuat kondisi tak menentu dan berdampak pada berbagai sektor, termasuk proyek Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. Meskipun begitu, pemerintah memastikan proyek IKN di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, ini tetap jalan. Kini, masih tahap pengkayaan kajian.
Pembangunan proyek IKN masuk pendanaan multiyears, seperti dalam dokumen rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2020-2024), diperkirakan menelan biaya Rp466,98 triliun.
Dari jumlah itu, alokasi dari APBN Rp91,29 triliun, lewat kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) Rp252,46 triliun, dengan target dana badan usaha Rp123,23 triliun.
Uke Mohammad Hussein, Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas mengatakan, merespon situasi COVID-19, Presiden Joko Widodo memberikan arahan, pembangunan fisik ibu kota itu ditunda.
Baca Juga: Petani Sayur Kol di Sumut Menjerit, Harga Jual Komoditas Anjlok, Sayur Kol Dihargai Rp 400
“Belum ada rencana pembangunan fisik 2020 dan waktu dekat yang dimatangkan studi-studi,” katanya dalam diskusi daring belum lama ini.
Pemindahan IKN, kata Uke, jadi momentum peningkatan kualitas sumber daya manusia, menjaga kelestarian lingkungan dan penguatan identitas melalui partisipasi budaya lokal. Cita-citanya, IKN jadi “Kota Dunia untuk Semua.” Dia klaim proyek ini bisa jadi pembangunan kota terbaik di seluruh dunia.
Para akademisi dan ahli perencanaan menyebutkan, kajian sosial dan budaya masih sangat minim. Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia bersama para akademisi mengingatkan, pemerintah harus ada rencana pembangunan sosial dan budaya untuk IKN.
Ernan Rustiadi, peneliti senior Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB mengatakan, ada kekurangberimbangan dalam kajian dimensi sosial dibandingkan dimensi lain dalam pembangunan IKN ini.
“Perlu mencari paradigma perencanaan IKN terbaik, harus ada keberimbangan untuk upaya membela kelompok lemah, misal, dari mazhab perencanaan partisipasi, apakah perencanaan sudah cukup partisipatif?” katanya.
Soal dimensi sosial, Herry Yogaswara, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI mengatakan, penting ada konsep kesetaraaan gender dan inklusi sosial dalam perencanaan kota. Ia jadi mutlak dalam memastikan agar tak ada kelompok terpinggirkan dan jadi prinsip dalam capaian pembangunan berkelanjutan (SDGs).
“Berbicara gender dan masyarakat pinggiran juga, bukan hanya berbicara laki dan perempuan tapi ada hak-hak kelompok marginal lain seperti perempuan, anak-anak, masyarakat adat dan disabilitas, penduduk lain yang perlu diperhatikan dan difokuskan,” katanya.
Kelompok-kelompok itu, kata Herry, belum sepenuhnya terakomodasi dalam perencanaan IKN baru. “Pentingnya inklusivitas masyarakat lokal dan aspek kesejahteraan masyarakat terkait konsep smart dan green city IKN.”
Dia bilang, pembangunan ini masih perlu kajian-kajian, terutama menyentuh pada kelompok terpinggirkan, seperti perempuan adat, masyarakat adat, berkebutuhan khusus dan kelompok-kelompok yang berada di area terpencil.
Penciptaan masyarakat yang inklusif dalam perencanaan IKN ini juga harus memastikan keterbukaan informasi dan membuka ruang diskusi dari seluruh lapisan masyarakat, dari latar belakang sosial, etnis, budaya, fisik, identitas, status sosial ekonomi dan agama.
IAP merekomendasikan, pembicaraan IKN tidak hanya berhenti pada pembangunan infrastrutur, ekonomi dan lingkungan, namun sosial perlu memiliki kajian kuat agar kesenjangan bisa terhindari.
“Harus ada rekayasa ruang sosial dan budaya. Tujuannya, agar kemampuan dan kesempatan yang setara dalam mengakses dan mengelola sumber daya ekonomi dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tata kelola pembangunan,” kata Hendricus Andy Simamarta, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia.
Kota masa depan?
Berdasarkan populasi Kota Balikpapan sekitar 700.000 jiwa dan Samarinda 250.000 jiwa, maka bisa memiliki metabolisme baik dibandingkan Jakarta penduduk sampai 10 juta.
Ada tantangan soal bagaimana kota mampu memanusiakan warga dengan memahami ruang waktu generasi yang berkembang di perkotaan baru, termasuk pola dan gaya hidup.
Pembangunan kota dengan perencanaan pembangunan hijau, kata Ernan, sudah cukup kuat, belum jelas kalau bicara kota dengan ecological footprint rendah atau tidak. “Itu menjadi salah satu kunci. Tidak hanya terlihat dari ruang terbuka hijaunya saja.”
Kurangi kesenjangan?
Belajar dari pandemi, Herry, perlu ada pembelajaran bagaimana menata kota lebih tangguh, misal, soal mobilitas dari dan ke Jakarta juga relasi ibukota dengan kota lain.
Pemerintah, katanya, juga perlu mengontrol persoalan yang lebih struktural, politik ekonomi yang mungkin bisa mengganggu situasi sosial. “Masalah struktural politikal ekonomi terkait isu korupsi, oligarki, dan penguasaan oleh kelompok tertentu.”
Dia bilang, perlu ada kepastian kepemilikan lahan bagi masyarakat asli di Kalimantan Timur, sebelum ada perencanaan. “Perlu ada kepastian hak-hak masyarakat lokal terkait ruang hidup dengan sumber daya alamnya.”
Herry melihat potensi konflik sosial masih tetap ada karena ada keragaman etnis yang masih besar. Juga ada klaim kepemilikan lahan belum terselesaikan, dan pemerintah masih menyebut sebagai ‘tanah negara.’
“Meski kita sering mengatakan bahwa wilayah itu (IKN-red) bekas konsesi atau masih konsesi kehutanan, perkebunan tertentu, seolah-olah tidak ada klaim masyarakat. Kita seringkali lupa konflik-konflik yang terjadi sebelum ada konsesi itu akan ada reklaim baru.”
Dia merekomendasikan, mitigasi konflik perlu dengan membuka ruang dialog pada kelompok yang selama ini masih belum terakomodasi, antara lain, masyarakat adat dan perempuan.
Janji penyelesaian konflik
Uke bilang, IKN berpotensi konflik sosial ini karena ada perpindahan penduduk ke Kalimantan Timur sekitar 1,5 juta orang. Jadi, katanya, kemungkinan ada perubahan penggunaan lahan cepat dan masif dan perubahan jenis dan intensitas kegiatan manusia.
“Kami memastikan sedini mungkin mengidentifikasi potensi konflik pertanahan di lokasi IKN dan penanganan sebelum terjadi konflik.”
Mitigasi itu, katanya, antara lain pengakuan tanah adat, menghindari penggusuran dan mendorong pengembangan inklusif dengan pemukiman yang ada.
Adapun penyelesaian permasalahan pertanahan ini juga melalui instrumen, seperti pemberian sertifikat tanah untuk menjamin kepastian hak atas tanah; reforma agraria melalui redistribusi tanah dan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Reforma agraria untuk meminimalkan gap gene rasio pendapatan dan gene rasio kepemilikan tanah dalam bentuk akses tanah.”
Instrumen lain, katanya, dengan pembentukan lembaga penyediaan tanah untuk menghindari spekulan. “Ini bentuknya sebenarnya bank tanah, bank tanah ini nomenklaturnya dibuat lembaga penyediaan tanah karena takutnya frasa bank, otak kita langsung komersil.”
“Padahal pengertian bank tanah ini jauh dari komersil. Ia membeli untuk sekarang, dipakai nanti dan hanya negara yang boleh mempraktikan seperti itu.”
Resolusi konflik, katanya, melalui pembentukan pengadilan khusus pertanahan atau pada tingkat lokal dengan pembentukan Komite Penyelesaian Konflik. Pemerintah mengedepankan jalur mediasi terhadap pihak-pihak yang bersengketa hingga tak perlu bawa ke pengadilan.
Bappenas pun menjamin keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekonomi di IKN dengan pemberian pelatihan. Juga pemberian bantuan permodalan dengan skema progresif dan ada pendampingan serta rencana bisnis. (Red)
Sumbet: mongabay.co.id
Discussion about this post