Linktodays.com – Pematangsiantar. Masih ingat perkara Advokat Daulat Sihombing, SH, MH, yang menggugat oknum Pendeta DM isterinya BN dan anaknya AM ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk membayar Rp. 1 M lebih, gara- gara menutup atau membendung parit Begini kabarnya sekarang. Kamis (17/06/2021).
Beberapa waktu lalu, Hakim Mediator memberi kesempatan untuk menyelesaikan perkara secara damai. Namun, Pendeta DM, isteri dan anaknya, menolak untuk berdamai. Loh koq?. Iya, karena menurut pendeta ini sudah kadung dipublikasi di sejumlah medsos dan surat kabar, sehingga tak perlu lagi berdamai dengan Penggugat. Entahlah, padahal sejak dinobatkan menjadi pendeta, setiap hari minggu di altar gereja Pendeta DM selalu mengucapkan Firman Tuhan dalam nats Philipi 4 : 7 : “Damai Sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”.
Oleh karena tak selesai secara damai, maka Para Tergugat melalui Kuasa Hukumnya, Hotman Manullang, SH, dkk, mengajukan Jawaban, tertanggal 08 Juni 2021, yang menyangkal gugatan Penggugat. Menyangkal Penggugat tidak pernah meminta kepada Para Tergugat untuk membuat parit, menyangkal tidak pernah membendung parit, menyangkal tidak mempertinggi tembok pagar dan membuat kenopi yang menempel ke tembok rumah Penggugat, dan Tergugat III menyangkal tidak pernah menantang dan menghina Penggugat dengan kata- kata “Si borjong kau, tak tau adat kau, tak level kau”. Hal itu Disampaikan Daulat Sihombing selaku Penggugat dalam Siaran Persnya, yang diterima Redaksi Linktodays.com
Terhadap hal itu, Kuasa Hukum Penggugat Edi Sudma Sihombing, SH dan Rudi Malau, SH, dalam Replik, Selasa (15/06/2021), menyatakan bahwa Tergugat I , II dan III, selaku pendeta dan keluarga pendeta telah bersaksi dusta, yang melanggar Hukum Taurat dalam Keluaran 20 : 16, yakni: “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.
Faktanya menurut Edi, Pertama, sejak Penggugat membangun rumah tahun 2019, Penggugat beberapa kali telah meminta kepada Pdt.DM baik secara langsung maupun melalui Lurah Sukaraja, agar Para Tergugat membuat parit umum dengan sistem pipa tanam yang biayanya ditanggung oleh Penggugat, namun ditolak Para Tergugat.
Kedua, Para Tergugat membendung parit/ bak kontrol limbah air diseberang jalan dengan tanah, batu- batuan dan tanam- tanaman, hingga mengakibatkan rumah Penggugat mengalami banjir.
Ketiga, Para Tergugat mempertinggi tembok pagar dan membuat kenopi yang menempel ke tembok rumah hingga menutup ventilasi cahaya dan ventilasi udara serta ruang pemeliharaan (maintenance) tembok rumah Penggugat.
Keempat, Tergugat III secara pongah dan angkuh menantang serta menghina Penggugat dengan kata- kata : “Si borjong kau, tak tau adat kau, tak level kau”.
Menurut Edi, sikap Tergugat III yang menyangkal menghina Penggugat, menunjukkan betapa Tergugat III pengecut. Bayangkan ketika menghina Penggugat, ia begitu pongah hingga tidak sadar diri tidak siapa- siapa dan bapaknya (ic. Tergugat I) seorang pendeta, yang seharusnya Tergugat III tau etika, tau sopan santun, tau beradab dan bukan sebaliknya.
“Namun setelah dihadapkan ke pengadilan, Tergugat III tidak berani secara gentle mengakui perbuatannya. Padahal bila Tergugat III meminta maaf kepada Penggugat maka Penggugat pastilah memaafkannya.” Terang Edi.
Demikian dengan Tergugat I, Edi menilai bahwa penyangkalan Pdt. DM menunjukkan betapa ia tidak menjaga marwah, harga diri dan kehormatannya sebagai pendeta.
“Saat kejadian, Tergugat III menelepon Pdt. Dobes (DM-Red) dengan percakapan awal, “Pak, saya sedang bertengkar dengan si borjong ini, kulawanlah pak?” dan salah satu jawaban Tergugat I yang sempat terdengar ialah “ Siapa kawanmu di situ?”, lalu Tergugat III menjawab : “Ada pak, si Gabe Pak”. Dari percakapan itu, Tergugat I patut dianggap tau tindakan Tergugat III yang menghina Penggugat.” Kata Edi memaparkan.
Tak tau berterima kasih
Sebelum Penggugat tinggal di gang Platinum, akses jalan ke rumah Para Tergugat hanya melalui gang Hasibuan, dimana sekitar 75 meter menjelang rumah Para Tergugat merupakan jalan tanah yang ketika musim hujan sulit dilalui kendaraan bermotor karena diwarnai kubangan lumpur.
Terkait hal itu, Tergugat I beberapa kali meminta tolong agar Penggugat menggunakan aksesnya untuk membuka akses jalan gang Platinum. “Tolonglah lae, dasimu lebih panjang dari dari saya”, kata Edi menirukan Tergugat I.
“Ironisnya, setelah Penggugat membuka dan mengaspal gang Platinum, justru Para Tergugat lah yang paling menikmati jalan aspal gang Platinum, tanpa tau berterima kasih. Malah ketika Penggugat membuat parit/ bak kontrol diseberang jalan, Para Tergugat pula orang pertama yang menolak dan memusuhi Penggugat.” Katanya.
“Padahal untuk membuka gang Platinum, dengan panjang sekitar 90 meter dan lebar sekitar 4-5 meter, Penggugat harus berkorban untuk membuat “jembatan cor”, mengerahkan puluhan tenaga kerja untuk membabat semak belukar yang merintangi ruas jalan, melakukan pembersihan dan pemerataan permukaan jalan dengan tanah, pasir dan batu- batu koral, selanjutnya memperjuangkan sendiri pengaspalan serta mensosialisasikan nama gang Platinum dengan pembuatan plank, tanpa kontribusi sepeserpun dari Para Tergugat.” Katanya Edi menambahkan.
Mungkin kata Edi, karena terbiasa dilayani dan diaminkan jemaatnya, lalu Para Tergugat menganggap pengorbanan Penggugat adalah bentuk pelayanan terhadap Tergugat I sebagai pendeta.
Baca Juga: Advokat Daulat Sihombing Gugat Oknum Pendeta S D Manullang Sebesar 1 Miliar Lebih
Baca juga: Diduga Menghina Advokat, Oknum Anak Pendeta DM Dilaporkan Ke Polisi
Baca Juga: Polres Siantar Dinilai Lamban Tangani Kasus Teror Rumah Salah Satu Pemilik Media
Dalam akhir repliknya, Edi lalu mempertanyakan bagaimana Pendeta DM, yang hampir setiap hari minggu memimpin Doa Bapa Kami, “…..ampunilah kami atas dosa- dosa kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”, namun ia sendiri tak mampu mengampuni orang lain.
“Pendeta DM, memimpin Perjamuan Kudus yang mensyaratkan “pengampunan dosa kepada orang lain”, namun ia sendiri menyimpan amarah dan kebencian kepada orang lain. Bagaimana pula Pdt. DM, berkotbah tentang nats Matius 5 : 39, “Kalau seseorang menampar pipi kananmu, berikanlah pipi kirimu”, namun ia sendiri tidak mampu mengamalkannya?,” Ucap Edi Sudman Sihombing tersebut. (Tim/Red).
Discussion about this post