Linktodays.com – Jakarta. UU Cipta Kerja atau Omnibus Law sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak, Senin (05/10/2020). Namun, 35 perusahaan investasi global dengan total dana kelolaan yang diklaim mencapai USD 4,1 triliun di Indonesia, malah prihatin dengan adanya Omnibus Law.
Sebanyak 35 perusahaan investasi tersebut pun menulis surat kepada pemerintah Indonesia untuk menyatakan keprihatinan. Salah satu alasannya yaitu adanya undang-undang baru ini, bisa merusak lingkungan seperti hutan tropis di Indonesia. Jumat, (09/10/2020).
Dikutip dari Reuters, Kamis (08/10/2020) perusahan-perusahaan tersebut adalah Aviva Investors, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, manajer aset yang berbasis di Belanda, Robeco, dan manajer aset terbesar di Jepang, Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
“Meskipun kami menyadari perlunya reformasi hukum bisnis di Indonesia, kami memiliki kekhawatiran tentang dampak negatif dari langkah-langkah perlindungan lingkungan tertentu yang dipengaruhi oleh Omnibus Law Cipta Kerja,” tulis Peter van der Werf, Senior Engagement Specialist Robeco.
Para investor mengatakan, mereka khawatir undang-undang tersebut dapat menghambat upaya untuk melindungi hutan Indonesia, yang pada gilirannya akan merusak tindakan global yang selama ini telah berusaha untuk mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati dan perlambatan perubahan iklim.
Sementara itu dari salinan surat yang diperoleh kumparan, dari keseluruhan lembaga yang meneken pernyataan tersebut, 10 di antaranya diinisiasi oleh pendanaan dari lembaga gereja. Yakni Church Commissioners for England, The Church of England Pension Board, Chistian Super, dan Sisters of St. Joseph of Orange.
Selain itu ada juga dalam daftar tersebut The Sisters of St. Francis of Philadelphia, Religious of the Sacred Hearth of Mary Western Province, Dominican Sisters of San Rafael, Dominican Sisters of Mission San Jose, Dominican Sisters Grand Rapids, Congregation of Sisters of St. Agnes.
Tak Pernah Investasi di Indonesia
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia pun menanggapi surat terbuka yang dikirimkan 35 investor global ke Presiden Jokowi. Menurut Bahlil, ke-35 investor global itu tidak pernah menanamkan modalnya di Indonesia. Perusahaan-perusahaan penyokong dana itu, kata dia, juga tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
“Artinya, ada beberapa negara yang tidak ingin Indonesia lebih baik. Kalau mereka tidak pernah lakukan investasi di Indonesia, tiba-tiba buat surat terbuka, ada apakah ini? Tanyalah pada rumput bergoyang,” kata Bahlil dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (08/10/2020).
Menurut Bahlil, masalah lingkungan dalam UU Cipta Kerja masih ada.
Menurut dia aturan mengenai Analisis Dampak Mengenai Lingkungan (AMDAL) tidak dihapus. Tapi, dia mengakui jika aturan AMDAL ada yang diubah dari UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“UU (Cipta Kerja) ini dikatakan bahwa ini tidak pro lingkungan. Saya ingin katakan, terkait lingkungan, AMDAL itu tetap ada. Tidak dicabut. Tapi memang klasifikasi usahanya berubah, ada risiko rendah hingga tinggi. Kalau risiko rendah, memang kita kasih saja (izinnya),” kata dia.
Dia mengatakan, klasifikasi AMDAL ini dimasukkan dalam UU Cipta Kerja agar memberikan kepastian kepada pengusaha. Sebab, di lapangan, para pengusaha kerap kesulitan mengurus AMDAL karena prosesnya memakan waktu bertahun-tahun dengan biaya yang besar.
Jadi, AMDAL tetap ada dan diberikan secara berproses, dengan dokumen teknis berbasis pada NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria). Dengan perubahan AMDAL ini, kata dia, pengusaha UMKM yang ingin bangun usaha, tidak perlu pusing pada izin AMDAL jika masuk dalam kategori ringan.
Dia juga membantah jika perubahan AMDAL di UU Cipta Kerja ini tidak melibatkan organisasi lingkungan. Bahlil mengklaim mereka semua diajak berdiskusi.
Baca Juga: Ini 9 Poin Landasan Gerilyawan Gelar Unjukrasa di Kota Pematangsiantar, Termasuk AMDAL
Baca Juga: 3 Orang di Medan, Total 66 Demonstran Tolak Omnibus Law di Sejumlah Daerah Reaktif Corona
Baca Juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Ini Isi Surat Menaker Buat Pekerja dan Penganggur
“Apa iya kita rela UMKM investasi Rp 800 juta, tapi AMDAL-nya Rp 900 juta. Enggak fair dong. AMDAL ini tetap ada, termasuk skala besar. Selama ini AMDAL ini dibuat ada 1-2 tahun, tidak produktif. Kalau dulu orang melanggar AMDAL tidak ada sanksinya, sekarang masuk dalam satu kesatuan di izin usaha. Kalau AMDAL dilanggar, izin usahanya bisa dicabut,” ujarnya. (Red)
Sumber: kumparan.com
Discussion about this post