Linktodays.com – Jakarta. Status Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjadi perdebatan. Pemprov DKI Jakarta menyebut Gedung Kejagung belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Benarkah?
Pernyataan itu mengacu pada Surat Keputusan (SK) Gubernur No 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan Bersejarah di DKI Jakarta Sebagai Benda Cagar Budaya. Pemprov DKI mengatakan Gedung Kejagung RI belum tercatat dalam SK tersebut.
“Kalau saya cek di dokumen di SK 475 Tahun 93 tentang penetapan bangunan cagar budaya, memang gedung itu belum terdaftar di SK tersebut,” ujar Kepala Bidang Perlindungan Budaya Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo saat dihubungi, Senin (24/8/2020).
Baca Juga: Sejumlah Lembaga Desak Polres Simalungun Tangkap Oknum Humas PT TPL Diduga Pelaku Kekerasan
Dilansir dari detikcom, SK itu diteken oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Surjadi Soedirja. Ada puluhan bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya dalam SK yang ditetapkan pada Maret 1993 itu.
Bangunan bersejarah ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan. Ada 3 Keputusan Mendikbud yang dijadikan bahan pertimbangan, yakni Keputusan Mendikbud 0577/U/1983, Keputusan Mendikbud 0578/U/1983 dan Keputusan Mendikbud 0128/M/1988.
Di wilayah Jakarta Pusat, ada 67 bangunan bersejarah yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Mulai dari Istana Merdeka dan Istana Negara yang dibangun pada abad 18 hingga Balai Kota DKI Jakarta yang dibangun pada abad 19.
Di Jakarta Timur, ada 7 bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya dalam SK tersebut. Di Kepulauan Seribu ada 4, Jakarta Barat ada 34, dan Jakarta Utara ada 14.
Baca Juga: Polisi Periksa Beberapa Saksi terkait Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung
Sementara, wilayah Jakarta Selatan memiliki 7 bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya DKI Jakarta. Namun, Gedung Kejagung RI yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tak termasuk di dalamnya.
Berikut ketujuh bangunan cagar budaya tersebut:
1. Rumah Kediaman Alm. Jend. D.I Panjaitan. Jl. Hasanuddin No. 53 – Peristiwa G-30-S PKI
2. Masjid Al-Azhar – JL. Sisingamangaraja. Di bangun pada tahun 1953-1958
3. Makam Kramat Wiraguna – Jl. Pasar Minggu. Di bangun sekitar abad 17, kuburan seorang Belanda bernama Lucasz Cardeel yang lari ke Banten dan diberi nama P. Wiraguna dan meninggal di Batavia
4. Stasiun Kereta Api Manggarai – Jl. Manggarai Utara. Di bangun pada akhir abad 19 sebagai stasiun penghubung dari Tanjung Priok ke Bogor, Arsitektur Gaya Eropa
5. Prasasti Pintu Air Manggarai – JL. Tambak. Dibangun pada tahun 1919 untuk penanggulangan banjir di batavia
6. Gedung SD Negeri Manggarai – Jl. Manggarai Utara. Dibangun pada tahun 1919 untuk para anak Pegawai PJKA, Arsitektur Gaya Indische
7. Museum Abri Satriamandala – Jl. Jned. Gatot Subroto. Dibangun pada tahun 1960, bekas rumah Ratna Sari Dewi. Diresmikan sebagai Museum pada tanggal 5 Oktober 1972
Dalam SK Gubernur ini juga diatur mengenai kegiatan renovasi bangunan cagar budaya.
Semua kegiatan berupa memugar hingga memperbaiki bangunan cagar budaya harus seizin Gubernur DKI Jakarta, berikut bunyinya:
Sesuai dengan diktum pertama, kegiatan berupa memugar, memperbaiki, mengubah bentuk, mengubah warna, mengganti elemen bangunan, memindahkan, membongkar, mengubah peruntukan, memisahkan sebagian bangunan maupun mengambil/memindahkan cagar budaya serta lingkungan pekarangannya harus dengan izin Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan rekomendasi dari instansi yang bertanggungjawab dalam pelestarian benda cagar budaya.
Kendati demikian, Pemprov DKI menjelaskan Gedung Kejagung masuk dalam kawasan cagar budaya. Karena itu, Gedung yang dibangun pada sekitar tahun 1960-an itu diperlakukan seperti cagar budaya.
Kawasan Kebayoran Baru tempat Gedung Kejagung RI berada memang merupakan kawasan cagar budaya. Ada 4 kawasan cagar budaya di DKI, yakni Kota Tua, Menteng, Kebayoran Baru, dan Situ Babakan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Perda No 1 Tahun 2014.
Polemik status cagar budaya Gedung Kejagung RI ini bermula dari pernyataan Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono yang mengatakan gedung utama yang habis terbakar masuk dalam daftar cagar budaya di DKI Jakarta. Untuk itu, Hari menyebut proses renovasi gedung harus menyesuaikan Perda Gubernur DKI.
“Gedung ini masuk dalam deretan catatan cagar budaya, oleh karena itu proses renovasi pembangunannya nanti tentu harus sesuai dengan perda yang dalam hal ini ditetapkan oleh Pak Gubernur DKI Jakarta tentang cagar budaya,” ujar Hari di Gedung Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (23/08/2020).
Hal itu kemudian ditepis, Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI menyatakan Gedung Kejagung RI belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Gedung tersebut belum terdaftar di SK Gubernur No 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya.
“Kalau saya cek di dokumen di SK 475 Tahun 93 tentang penetapan bangunan cagar budaya, memang gedung itu belum terdaftar di SK tersebut,” ujar Kepala Bidang Perlindungan Budaya Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo saat dihubungi, Senin (24/8/2020).
Kendati demikian, Gedung Kejagung RI tersebut tetap diperlakukan sebagai bangunan cagar budaya. Sebab, gedung yang dibangun sekitar 1960-an tersebut berada di kawasan cagar budaya Kebayoran Baru.
“Karena berada di kawasan cagar budaya, kawasan pemugaran Kebayoran Baru, gedung itu diperlakukan sama bangunan tua atau heritage lah. Jadi betul juga kalau Pak Jaksa Agung menyatakan bahwa itu bangunan tua,” ucapnya.
Penjelasan Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono pun kemudian kembali memberi penjelasan. Hari mengatakan Gedung Kejagung yang terbakar masuk di dalam kawasan cagar budaya.
“Iya, jadi ada dua, bedakan antara sudah ditetapkan ada keputusan gubernur sebagai cagar budaya, tapi ada juga yang namanya kawasan cagar budaya,” kata Hari di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejagung, Jalan RM Harsono, Senin (24/8/2020).
Hari menjelaskan, sebagai bangunan yang masuk di dalam kawasan cagar budaya, Gedung Kejagung tetap diperlakukan hampir sama layaknya cagar budaya.
“Proses penerbitan SK cagar budaya itu ada proses. Jadi di tahun 1993 kalau tidak salah itu sudah ada daftar cagar budaya yang sudah ada izinnya. Ada namanya kawasan cagar budaya dan itu sudah ditetapkan sejak tahun 1973 kalau nggak salah. Yang sudah ada SK gubernur itu adalah kawasan cagar budaya maka mekanismenya mengikuti peraturan yang ada di dalam Balai Konservasi Cagar Budaya,” jelas Hari.
“Sedangkan untuk yang masuk di dalam kawasan cagar budaya itu perlakuannya hampir sama. Artinya tidak boleh dilakukan renovasi, tidak boleh diubah bentuknya karena sudah masuk di dalam kawasan cagar budaya,” tambahnya. (*/detikcom)
Discussion about this post