Linktodays.com – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan sampai bulan Oktober 2020 terdapat 2.020 konten hoax yang beredar di masyarakat melalui media sosial.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan akan menghadirkan langkah literasi digital guna menghadapi penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat.
Selain upaya pengendalian, konten di medsos juga dilarang bertentangan dengan amanat Undang-Undang No. 19/2016 tentang Perubahan Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia memberikan contoh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memunculkan istilah infodemi yang menggambarkan persebaran hoax berkaitan dengan pandemi Covid-19. Infodemi itu telah menjadi masalah baru bagi dunia internasional, selain pandemi Covid-19 tersebut.
“Kami telah melakukan beberapa inisiatif kunci yang telah terbukti efektif untuk mengurangi jumlah persebaran hoax terkait Covid-19. Hingga hari ini telah diidentifikasi 2.020 konten hoax yang beredar di media sosial,” terang Semuel dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa (20/10/2020).
Ia pun memerinci hoax itu dengan temuan jumlah kategori sebanyak 1.197 topik. Dari 2.020 hoax tersebut, Kominfo sudah melakukan take-down sekitar 1.759 konten.
Semuel menyebut ada tiga bentuk infodemi yang beredar luas yakni misinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat akibat adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat; disinformasi atau penyebaran informasi yang tidak tepat dan bersifat destruktif secara sengaja; dan malinformasi atau penyebaran informasi faktual untuk merugikan pihak-pihak tertentu.
Baca Juga: Polri Tangkap Pemilik Akun @Videlyae yang Sebarkan Hoax 12 Pasal UU Ciptaker
Baca Juga: Nama Presiden Joko Widodo Jadi Jalan di Abu Dhabi, Begini Reaksinya
Baca Juga: Kementerian BUMN: Garuda Kita Tau Punya Penyakit Masa Lalu
Masih dari keterangannya, di tengah pandemi Covid-19, ketiga jenis gangguan informasi tersebut menyebabkan pemahaman masyarakat yang tidak lengkap tentang situasi dan prosedur medis yang tepat terkait Covid-19.
Hal ini tentunya berisiko menimbulkan stigma negatif terhadap rumah sakit, tenaga medis dan penyintas Covid-19, hingga keengganan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan yang telah disarankan.
Sementara itu, pemerintah terus berupaya meluruskan berbagai informasi yang salah berkaitan dengan pandemi. Hal itu dilakukan dengan menelusuri informasi hoax dan menerima aduan dari masyarakat.
“Kami selalu melakukan verifikasi tidak jadi tidak serta merta Pemerintah langsung mengambil tindakan tanpa memverifikasi. Kita selalu melakukan langkah-langkah verifikasi berkas itu dilakukan dengan beberapa pihak,” tutupnya. (MSC)
Discussion about this post