Linktodays.com – Indonesia patut berbangga saat kopi lokal, terutama arabika gayo Aceh, sangat diminati di pasar Amerika dan sebagian Eropa. Meski, di awal pandemi, banyak kopi gayo yang tertunda pengirimannya karena pasar Amerika yang sempat membatasi import.
Namun, saat ini, kopi gayo sudah mulai bisa masuk lagi ke pasar Amerika dan Eropa. Salah satunya adalah kopi dari Koperasi Pedagang Kopi (Kopepi) Ketiara di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
Menurut Ketua Kopepi Ketiara, Rahmah, pihaknya sudah mengekspor sekitar 20 kontainer bervolume 18-19,2 ton ke Amerika dan Eropa selama Juni-Juli 2020. Diperkirakan, nilai ekspor per kontainer bisa mencapai Rp 1,5 miliar hingga Rp 1,6 miliar.
Baca Juga: Viral Video Seorang Gadis Labrak Perempuan ‘Pengganggu’ Keluarganya di Mal
Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, mengapresiasi akselerasi ekspor kopi Gayo yang dilakukan Kopepi Ketiara Aceh ini. Sebab, pasar Amerika dan Eropa merupakan pasar penting untuk ekspor komoditas perkebunan Indonesia terutama kopi.
Hal yang menarik justru terjadi di pasar Amerika dan Eropa karena di tengah pandemi COVID-19 ini, hampir semua kafe tertutup, tetapi masih banyak permintaan kopi untuk tujuan Amerika dan Eropa. Justru, pandemi mengubah pola konsumsi sebagian besar masyarakat Amerika dan Eropa, dari konsumsi skala kafe menjadi konsumsi rumahan.
Kasdi Subagyono menambahkan, menurut data BPS, ekspor kopi Indonesia ke Uni Eropa periode Januari hingga April 2020 sebesar 26,9 ribu ton atau senilai USD 58,9 juta. Dari volume ekspor tersebut 93 persen ekspor kopi Indonesia ke negara Italia, Spanyol, Belgia dan Jerman.
Sedangkan ekspor ke Amerika pada periode yang sama sebesar 20,7 ribu ton atau senilai USD 83,8 juta.
Ia memastikan, Ditjen Perkebunan terus mendorong akselerasi peningkatan ekspor komoditas perkebunan seperti yang ditargetkan Menteri Pertanian untuk peningkatan ekspor 3 kali lipat (Gratieks) hingga tahun 2024 melalui berbagai kebijakan dalam peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing.
Ditempat terpisah, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi, menambahkan, selain pasar-pasar tradisional kopi Indonesia seperti Amerika Serikat dan Eropa, pasar non-tradisional lain juga bisa dijajaki. Selama ini, pasar tersebut dikuasai oleh kopi asal Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Namun, Indonesia memiliki keunggulan agro-ekosistem yang sangat kaya. Sehingga dari berbagai daerah di Indonesia, muncul kopi-kopi spesial dengan cita rasa dan aroma yang berbeda.
Hal inilah yang, menurut Dedi, harus didorong untuk menyesuaikan dengan selera, standardisasi, dan kebutuhan negara pembeli. Ditambah lagi, lanjutnya, peningkatan nilai tambah produk kopi dan perlu memanfaatkan peluang-peluang dari perundingan PTA, FTA, dan CEPA dengan kesepakatan preferensi tarif yang sama-sama menguntungkan kedua pihak. (Red)
Sumber: kumparan.com
Discussion about this post