Linktodays.com – Pematangsiantar. Dalam perkembangannya, penyelenggaraan pilkada terus bergerak memperbaiki kualitasnya agar semakin demokratis. Sebelumnya, penyelenggaraan pilkada dilakukan secara sendiri-sendiri di setiap masing-masing Daerah sesuai dengan periode kepemimpinan Kepala Daerah. Namun sejak tahun 2015, Pilkada tidak lagi diselenggarakan sendiri-sendiri.
Baca Juga: Keluarga Hefriansyah dan ASN Pemko Siantar Kurban 5 Sapi
Tidak menutup kemungkinan bahwa pada Pilkada serentak tahun 2020, Calon Tunggal akan semakin meningkat. Terlebih, berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri RI bahwa ada kemungkinan sekitar 224 Kepala Daerah petahana yang akan kembali mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2020. Pasalnya, Petahana merupakan aktor yang paling berpotensi untuk menjadi Calon Tunggal.
Salah satunya terjadi di Kota Pematangsiantar, ada satu Calon Tunggal yang akan mengikuti Pilkada Tahun 2020. Namun bukan Petahana.
Ada beberapa hal yang dapat menunjukkan bahwa kemunculan Calon Tunggal yang semakin meningkat sangat erat kaitannya dengan sifat partai politik yang masih pragmatis.
KARTELISASI PARTAI POLITIK
Kartelisasi Partai Politik merupakan suatu kondisi di mana perbedaan ideologi partai tidak lagi menjadi penentu dukungan partai terhadap calon yang akan diusungnya. Partai politik bersedia berbagi ‘kue kekuasaan’ selama hal tersebut memberikan keuntungan dan kemenangan bagi mereka.
Kartelisasi partai politik juga dapat digunakan oleh aktor “petahana” yang mempunyai kekuatan politik dan sumber daya ekonomi untuk menghalangi dan menjegal lawan yang dianggap potensial memenangkan kontestasi dengan cara memborong partai politik.
Terlebih lagi, ongkos pilkada yang dikeluarkan oleh setiap calon akan lebih besar dari biasanya dikarenakan pemenuhan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Akibatnya, calon yang tidak memiliki kekuatan politik dan sumber daya ekonomi yang kuat dapat dipastikan akan mengundurkan diri dari bursa pencalonan kepala daerah.
Kemunculan calon tunggal dalam pelaksanaan pilkada serentak menunjukkan bahwa partai politik gagal memunculkan kadernya untuk bersaing melawan petahana.
Kaderisasi hanya dilakukan sebagai dalih untuk menyiapkan kadernya sebagai calon pemimpin. Pada akhirnya, partai politik tetap mengedepankan untuk mengusung calon yang memiliki elektabilitas tinggi walaupun yang bersangkutan bukan merupakan kader partai.
Dengan kata lain, partai politik lebih baik ikut mendukung calon yang elektabilitasnya tinggi dan sudah dipastikan dapat memenangkan kontestasi daripada harus bersusah payah melakukan perlawanan yang berujung kekalahan.
Fenomena calon tunggal harus dimaknai sebagai kemunduran dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Demokrasi mensyaratkan adanya kompetisi dan partisipasi. Fenomena calon tunggal tidak memunculkan sistem demokrasi yang kompetitif karena masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk membandingkan ide, gagasan, visi-misi, atau pun program kerja yang ditawarkan.
Dukungan penuh partai politik kepada satu pasangan calon terpilih, akan berdampak kurang baik bagi pelaksanaan demokrasi pasca pilkada serentak dikarenakan tidak adanya oposisi. Kondisi yang demikian dapat berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh pemerintah yang berkuasa.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa partai politik akan selalu kembali kepada pragmatisme sempit yang hanya mementingkan kemenangan partai, bukan untuk menciptakan iklim demokrasi yang kompetitif dan partisipatif.
Khususnya di Pematangsiantar, bahwa cukup jelas kemunduran Demokrasi Itu terlihat dengan majunya pasangan bakal Calon Tunggal yang mendapatkan rekomendasi dari sejumlah partai yang melebihi cukup. Sehingga menyulitkan Bakal Paslon yang lainnya untuk mendapatkan Rekomendasi dukungan dari Partai lain.
Maka sedikit muncul pertanyaan, “Akankah Pilkada 2020 di Pematangsiantar, Calon Tunggal Melawan Kotak Kosong? Dan Siapakah Nantinya yang jadi pemimpin suara terbanyak, atas pilihan Masyarakat?. Semoga Hasilnya baik-baik Saja.” (Red)
Ditulis Oleh: Dodi Sitorus. Artikel ini menjadi Opini Publik oleh penulis.
Discussion about this post