Linktodays.com – Jakarta. Kemenkes akan memperkuat tracing kasus COVID-19 dengan rapid test antigen. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dr Siti Nadia Tarmidzi menyebut program ini bukan untuk pelaku perjalanan.
Namun, kebijakan Kemenkes ini tidak menggugurkan Surat Edaran No 7 Tahun 2021 yang dirilis Satgas COVID-19 tentang syarat perjalanan. Aturan Satgas soal itu masih berlaku.
“Kita ingin sampaikan rapid test antigen ini suatu alat diagnostik untuk memastikan seseorang konfirmasi dia seorang penderita COVID-19 dengan cepat. Tentunya kita akan lebih konsentrasikan terkait penggunaan rapid test antigen pada upaya 3T,” kata Nadia dalam keterangannya di Youtube Kemenkes yang dikutip kumparan, Kamis (11/02/2021).
“Sementara atau yang sudah dilakukan untuk pemeriksaan pelaku perjalanan akan tetap sesuai SE Satgas dan ini lebih bersifat mandiri,” imbuh dia,” imbuh Nadia.
Di SE Satgas Nomor 7/2021 disebutkan, bagi pelaku perjalanan udara di Bali wajib menunjukkan surat bebas virus corona berbasis PCR maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan maupun berbasis rapid antigen 1×24 jam.
Sedangkan untuk laut dan udara, baik pribadi atau umum, menggunakan tes PCR atau antigen 3×24 jam sebelum keberangkatan.
Untuk perjalanan Pulau Jawa baik di dalam maupun ke luar Jawa, juga ada pengaturan soal antigen.
Untuk darat dengan angkutan umum tes acak antigen atau GeNose apabila diperlukan oleh Satgas COVID-19 di daerah.
“Kalau 3T yang kita lakukan bagian program pemerintah yang artinya masyarakat kalau ada gejala dan ingin periksakan positif atau tidak silakan datang ke puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan. Dan tak ada pembebanan biaya untuk pemeriksaan dengan rapid antigen ini,” ungkap Nadia.
Untuk tes di bandara dan tempat transportasi lainnya juga bisa dilakukan rapid antigen. Namun ada sejumlah syarat seperti termaktub dalam Kepmenkes NOMOR HK.01.07/MENKES/446/2021.
“Pengambilan spesimen dan pemeriksaan RDT-Ag dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat terbuka antara lain di bandar udara, stasiun, terminal dengan melakukan penilaian risiko mempertimbangkan sirkulasi yang baik dan memperhatikan keamanan lingkungan sekitar sesuai pembahasan pada angka 6 mengenai keselamatan hayati (biosafety),” demikian bunyi keputusan itu.
Pengambilan dan pemeriksaan RDT-Ag harus dilakukan di tempat khusus dengan ventilasi yang baik, terpisah dari area-area yang dapat diakses pasien. Area kerja ini harus ditandai dengan tanda bahaya biologis (biohazard) dan hanya dapat diakses oleh staf pemeriksa yang terlatih.
Lalu bagaimana jika ada false negative? Sebab, kita tahu gold standard pemeriksaan corona tetap tes PCR.
Baca Juga: Kapolri Pimpin Apel Kesiapan Bhabinkamtibmas dan Nakes Sebagai Tracer dan Vaksinator COVID-19
Baca Juga: 5.000 Vaksin COVID-19 Diberikan ke Insan Pers Akhir Februari
Baca juga: Presiden Sebut Masyarakat Umun Dapat Vaksinasi Covid-19 Pertengahan Februari
“Untuk antisipasi false negative kita tahu memang kekurangan rapid antigen ini adalah false negative yang terjadi. Untuk itu kita sudah buat alur kalau seseorang yang kita yakini, jadi dia punya gejala COVID tapi hasil pemeriksaan rapid antigennya negatif,” tutur Nadia.
“Ada dua cara. Yang pertama dengan melakukan pemeriksaan ulang rapid antigennya, atau yang kedua mengambil spesimen sehingga kemudian bisa dilakukan pemeriksaan dengan RT PCR untuk memastikannya,” tutup dia. (Red)
Sumber: kumparan.com
Discussion about this post